Minggu, 15 November 2009

Analisis Kelayakan Proyek

Kelayakan suatu proyek dapat diukur dengan empat macam kelayakan, yaitu:
1. Kelayakan Teknis

Dua kriteria prinsip yang termasuk dalam katagori teknis adalah: efektivitas dan ketercukupan (adequacy). Efektif berarti proyek dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Tapi, seringkali ketercapaian tujuan tidak selalu dapat dilacak hanya karena keberadaan proyek tersebut, sering banyak faktor yang lain ikut mempengaruhi. Cara paling langsung dan cepat untuk memprediksi kelayakan teknis adalah dengan cara melihat apakah proyek seperti itu secara teknis dapat dilaksanakan di tempat lain. Tetapi, perlu diwaspadai faktor-faktor lain yang khas di lokasi mungkin sekali ikut mempengaruhi keberhasilan proyek di lokasi tersebut, sehingga cara ini pun tidak selalu cocok untuk dipakai.
Beberapa dimensi dalam ke-efektivitas-an meliputi: langsung atau tidakk langsung, jangka panjang atau jangka pendek, bisa dikuantitatifkan atau tidak, mencukupi atau tidak. Proyek dikatakan berpengaruh langsung bila pengaruh tersebut memang menjadi tujuan proyek tersebut; pengaruh tidak langsung merupakan pengaruh ikutan, yang sebenarnya bukan menjadi tujuan proyek tersebut. Contoh, bila proyek pembangunan mal di tempat rekreasi pusat kota menciptakan peluang baru berkembangnya kegiatan rekreasi maka ini dinamakan pengaruh langsung; tapi bila pembangunan ini juga meningkatkan harga tanah disekitarnya, maka kenaikan harga tanah tersebut merupakan pengaruh tidak langsung.
Katagori pengaruh menjadi jangka panjang dan jangka pendek tergantung macam program. Seberapa jauh jangka panjang tersebut, sangat relatif, berbeda dari satu program ke program lain. Sebagai rumus umum, jangka panjang berarti jauh ke masa depan, sedangkan jangka pendek adalah waktu yang segera tiba. Misal, suatu pembangunan jalur hijau (taman) dalam jangka pendek mungkin akan menurunkan harga tanah sekitarnya, tapi dalam jangka panjang mungkin akan menaikkan harga tanah disekitarnya (karena mungkin makin sulit mencari lahan yang dekat taman yang menyegarkan).
Beberapa pengaruh dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan sisanya perlu dicari cara lain. Contoh: perubahan harga tanah bisa dikuantitatifkan, sedangkan perubahan estetika lingkungan sulit untuk dikuantitatifkan.
Dalam hal ketercukupan: proyek mungkin tidak dapat mencukupi hal-hal yang menjadi tujuan atau tidak cukup mengatasi permasalahan. Misal: proyek tidak dapat membiayai secara penuh semua kegiatan yang diperlukan, jadi harus dipilih kegiatan-kegiatan utamanya saja (yang taktis).
2. Kelayakan Ekonomi dan Finansial
Salah satu alasan mengapa disiplin ekonomi mencapai kepopulerannya dalam analisis kebijakan adalah karena mempunyai konsep-konsep yang terukur. Analis dan pengambil keputusan lebih menyukai analisis dan informasi yang “keras” yang dapat dikomunikasikan dengan istilah-istilah kuantitatif. Tiga konsep yang sering dijumpai dalam kelayakan ekonomi, yaitu: kriteria yang terlihat dan yang tidak terlihat, dapat atau tidak dapat diukur secara moneter, dan langsung atau tak langsung diukur dengan analisis biaya-keuntunga (cost benefit analysis).
Secara umum, biaya dan keuntungan yang terlihat (tangible) adalah yang bisa dihitung dengan jelas. Biaya dan keuntungan yang dapat diukur secara moneter (moneterizable) bahkan lebih jauh lagi, yaitu dapat dinyatakan dalam ukuran satuan uang (misal: Rupiah); hal ini dimungkinkan karena kita dapt mengukurnya di pasaran. Dalam hal langsung atau tidak langsung, tergantung pada tujuan utama proyek. Keuntungan yang menjadi tujuan utama merupakan pengaruh langsung. Contoh, pembangunan bendungan dengan pembangkit tenaga listrik mempunyai pengaruh langsung (direct) yaitu bertambahnya tenaga listrik (yang dapat diukur secara moneter), disamping itu, mempunyai pengaruh tak langsung (indirect) yaitu menigkatnya kegiatan rekreasi dan perikanan (yang juga dapat diukur secara moneter).
Pengaruh negatif tak langsung juga dapat muncul, misal dalam contoh bendungan di atas, yaitu tenggelamnya lahan pertanian menjadi bendungan. Di samping itu, dikenal juga biaya peluang (opportunity cost), yaitu selisih nilai yang didapat bila tidak ada proyek dengan nilai yang didapat setelah terkena proyek. Misal, nilai lahan sebelum ada proyek sebesar Rp. 5 juta, sedangkan setelah terkena proyek menjadi Rp. 2 juta, maka biaya peluangnya adalah Rp. 3 juta.
Efisiensi ekonomis berkaitan dengan pemakaian sumber daya (biaya) yang ada dalam mencapai keuntungan yang maksimal (maksimal dari segi kepuasan masyarakat).
Catatan: efiseinsi dan efektivitas berkaitan tapi tidak boleh dicampur-adukkan. Sebuah proyek bisa efisien (hemat dalam pembiayaan), tapi mungkin tidak efektif (tidak mencapai tujuan).
Cara yang populer untuk mengukur efisiensi adalah analisis perbandingan biaya lawan keuntungan (cost-benefit analysis). Proyek efisien bila nilai keuntungan yang (dapat) diperoleh melebihi nilai biaya yang (akan) dikeluarkan. Hal yang perlu diingat dalam mengukur keuntungan proyek adalah keterbatasan sumber daya (untuk dipakai bersama -sama oleh banyak proyek). Bila mengukur proyek satu per satu, maka mungkin layak, tapi bila dikaji pemakaian bersama sumber daya, mungkin sekali tidak layak (kehabisan sumber daya).
Profitabilitas (profitability) merupakan salah satu ukuran yang dipakai pemerintah daerah dalam mengkaji usulan proyek atau program. Ukuran ini memperlihatkan selisih antara pendapatan yang akan diterima pemerintah dikurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah berkaitan dengan proyek yang diusulkan. Bila berkaitan dengan proyek pembangunan fisik (misal: perumahan/ real-estat), profitabilitas ini biasa disebut sebagai analisis dampak fiskal (fiscal impact analysis).
Efektivitas biaya merupakan ukuran lain, yang berarti dapat mencapai tujuan dengan biaya yang minimal. Dalam hal ini, semua upaya yang dapat dianggap mencapai tujuan diperbandingkan dalam hal biaya yang dikeluarkan. Salah satu yang paling sedikit memerlukan biaya itulah yang paling tinggi efektif biayanya.
3. Kelayakan Politis
Program atau proyek yang dibiayai dengan dana pemerintah merupakan kebijakan publik yang harus layak secara politis (dalam arti didukung oleh pihak eksekutif, lagislatif maupun masyarakat luas pembayar pajak). Dalam kelayakan ini, perlu dicermati pengaruh proyek yang diusulkan terhadap kekuatan-kekuatan politik. Keuntungan apa saja yang didapat masing-masing kelompok politik tersebut ? Kajian politik juga berkaitan dengan keyakinan dan motivasi tiap pemeran politik.
Membuat keputusan apakah suatu proyek layak secara politis merupakan usaha yang berbahaya, karena yang layak hari ini mungkin tidak layak besok pagi. Situasi politik mudah berubah. Meskipun demikian, ada lima kriteria kelayakan politis yang dapat dianalisis, yaitu: dapat diterima tidaknya (acceptability), kesesuaian (appropriateness), merupakan tanggapan terhadap kebutuhan atau bukan (responsiveness), sesuai perundang-undangan (legality), dan kesama-rataan (equity).
Dapat diterima tidaknya (acceptibility) berkaitan dengan: apakah kebijakan (usulan proyek) tersebut dapat diterima oleh pemeran-pemeran politik dalam proses pengambilan keputusan ? apakah klien dan pemeran lainnya dapat menerima kebijakan baru ?
Sesuai atau tepat tidaknya (appropriateness) suatu proyek berkaitan dengan jawaban terhadap pertanyaan: apakah tujuan proyek mengenai sasaran yang dituju atau diperlukan oleh masyarakat ? Hal-hal yang berkaitan, antara lain: nilai-nilai kemanusiaan, hak-hak masyarakat, pendistribusian kembali, atau sejenisnya. Merupakan tanggapan terhadap kebutuhan atau bukan (responsiveness) berkaitan dengan diterima tidaknya dan sesuai tidaknya tersebut di atas serta persepsi kelompok sasaran terhadap proyek: apakah merupakan tanggapan terhadap kebutuhan mereka atau bukan ?

Misal, suatu proyek dapat dilaksanakan secara efisien (hemat), efektif (mencapai tujuan yang diharapkan oleh proyek), tapi ternyata tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Kesama-rataan (equity) berkaitan dengan distribusi pengaruh proyek ke setiap kelompok masyarakat. Suatu proyek jarang dapat memuaskan semua pihak scara merata.
Tingkat kesama-rataan yang lebih tinggi berarti lebih banyak yang diuntungkan daripada yang tidak dapat keuntungan dari proyek yang diusulkan. Dalam hal ini, kelayakan ekonomis (efisien, profitabilitas) biasanya tidak mengindahkan pertimbangan kesama -rataan ini.
4. Kelayakan Administratif
Bila suatu proyek telah dikaji layak dari segi teknis, ekonomis maupun politis, tapi tidak dapat diimplementasikan dalam sistem administrasi pemerintahan yang ada, maka proyek tersebut mendapat masalah. Kelayakan administratif berkaitan dengan: kewenangan (authority), komitmen kelembagaan (institutional commitment), kemampuan (capability), dan dukungan organisasional (organizational support ). kewenangan (authority) untuk mengimplementasikan suatu kebijakan, menjadikannya suatu program atau proyek, sering merupakan kriteria yang kritis. Apakah institusi yang akan melaksanakan benar-benar mempunyai wewenang untuk melakukan perubahan yang diperlukan? Mempunyai wewenang untuk bekerja sama dengan instansi terkait? Untuk menentukan prioritas ?
Komitmen kelembagaan (institutional commitment) dari lembaga atasan dan lembaga bawahan merupakan hal yang penting. Tidak hanya unsur pimpinan, tapi juga unsur pegawai pelaksana harus komit (setuju, taat) terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Kemampuan (capability) juga perlu dipunyai, dalam hal sumber daya manusia maupun pembiayaan. Apakah institusi pelaksana mampu melaksanakan yang diminta ?
Apakah staf dan karyawannya mempunyai ketrampilan atau keahlian yang diperlukan ?
Apakah institusi pelaksana mempunyai kemampuan finansial untuk mengimplemen-tasikan kebijakan tersebut ?
Dukungan Organisasional (organizational support) juga diperlukan, karena tidak cukup hanya dengan kewenangan, kemampuan, dan komitmen saja. Apakah dukungan yang berupa peralatn, fasilitas fisik, dan sebagainya, tersedia ? bila belum tersedia, apakah dapat disediakan bila kebijakan tersebut dilaksanakan ?
Kelayakan politis ini dapat diilustrasikan dalam hal kerjasama pembangunan prasarana 0perkotaan antar dua ibukota kabupaten yang masing-masing berada di dua propinsi yang berbeda. Bila dua korban berdekatan tersebut membentuk suatu otoritas bersama, timbul pertanyaan, antara lain: apakah kedua kota tersebut mempunyai wewenagn untuk langsung bekerjasama? (padahal mereka berada di dua propinsi yang berbeda) — perlu ijin Mendagri dan Gubernur masing-masing; apakah otoritas yang dibentuk mempunyai wewenagn di dua wilayah yang berbeda propinsinya? apakah instansi-instansi di kedua propinsi yang berbeda mau (komit) dan mempunyai wewenang untuk bekerja sama dengan otoritas tersebut?


SUMBER:
http://mustrundie.wordpress.com/2009/05/21/analisis-kelayakan-proyek/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar